Semakin maraknya tragedi-tragedi yang begitu memilukan hati, menghempas jauh rasa kemanusiaan demi kepuasan para pihak yang tak bertanggung jawab. Banyak huru-hara yang begitu memilukan bahkan hingga menyebabkan ratusan nyawa melayang. Rasa empati terus mengalir seolah menjadikan empati hanya sebatas kata bukan tindakan. Ada apa dengan Negeri kita tercinta ini? Ada apa dengan keadilan di Negeri kit ini?

Hukum yang seharusnya menjadi tolak ukur keadilan justru menjadi sebatas formalitas penggugur kewajiban semata, takhayal banyak para pikah yang tak semestinya bersalah menjadi korban dari kerasnya  kata “keadilan” yang hanya dijadikan formalitas belaka. Justru pihak yang bersalah dengan entengnya ia bebas tanpa tanggungan apa yang seharusnya ia pertanggung jawabkan.

Tapi tak semua seperti itu, sebab ada kalanya hukum bersifat seadil-adilnya, walaupun harus mempertaruhkan keadilan antara “ hidup atau mati”. Tak jarang banyak orang yang takut speek up tentang kebenaran, sebab ia di hadapkan oleh dua pilihan antara “ diam atau mati”. Sungguh sangat miris bukan? Orang benar tak berani speek up, orang salah dengan beraninya menggembor-ngemborkan kalau dia benar apakah itu adil? Apakah itu yang dinamakan memutar baikkan fakta di tengah krisisnya keadilan yang seharusnya di junjung tinggi? Bukan, bukan seperti itu semestinya.

Setiap manusia mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya, setiap manusia berhak mendapatkan keadilan dan setiap manusia berhak mendapatkan perlindungan. Bukan malah ancam emngancam terhadap orang lain hanya untuk membela diri sendiri. Bukan kesalahan yang dibenarkan atas perbuatan yang tak semestinya, tapi bertanggung jawab dan mengakui kesalahan yang telah dilakukan adalah sebenar-benarnya manusia. Dimana ia mampu melawan egonya sendiri, melawan ketakutan dalam dirinya dan bersedia mengambil resiko atas segala perilakunya, bukan pengecut yang dibutuhkan oleh Negara ini. Tak mudah memang, seperti masuk di kendang macan dan seolah-olah bunuh diri dimana ia mengakui kesalahannya berharap akan mendapatkan sanksinya. Mungkin orang bodoh akan menyebutnya bodoh! Tapi orang waras akan menyebutnya dialah orang yang sebenar-benarnya manusia sejati berani bertindak juga berani bertanggung jawab.

Hukum sudah di ujung tombak, keadilan tak selamanya adil akan tetapi kita sebagai wargapun berhak untuk saling melindungi hak-hak manusia lain, bukan merebutnya dengan paksa, bukan pula saling menyakiti, akan tetapi saling menjaga satu sama lain dan saling membantu satu sama lain. Hukum tetaplah hukum terkadang dia keras terhadap siapapun yang menghadapinya, tapi terkadang hukum belum bisa menjamin akan sebuah keadilan yang sebenar-benarnya adil. Hukum bukanlah permainan dan formalitas semata, tapi hukum hadir untuk melindungi bukan untuk menyakiti masyarakat.

Oleh : Nindi Indriani

Kategori: Opini

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

three × 3 =

%d blogger menyukai ini: