Abstrak : Artikel ini menjelaskan tentang sebuah alkulturasi antara aspek keislaman dengan kebudayaan jawa. yang menjadikan hal tersebut sebuah kearifan lokal, sehingga tetap dilestarikan oleh masyarakat Pasuruan. Tradisi ini dikenal dengan kata ‘haul’, diperuntukan kepada orang pada masa lampau yang dianggap sebagai orang yang suci, orang yang saleh, atau seperti orang-orang yang telah berjuang mendakwahkan agamanya. Dari generasi ke-genari masyarakat Pasuruan menyampaikan sebuah sastra lisan, berupa legenda sebuah keagamaan melalui ritual ‘haul’, yaitu kegiatan keagamaan yang memiliki tujuan untuk mendoakan seseorang atau tokoh-tokoh ulama yang telah meninggal. Setiap tradisi keagamaan yang berlangsung dalam suatu daerah mengandung simbol-simbol suci di dalamnya. Sehingga ketika masyarakat melakukan tradisi tersebut akan meningkatkan relegiusitas dialam diri manusia untuk lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta yakni ALLAH SWT. Sehingga itu mampu meleburkan budaya jawa setempat kedalam agama tanpa merusak kaidah-kaida agama sama sekali.

 

 

Lantai dasar Samudra Hindia terangkat dan membentuk Pulau Jawa. Begitulah sejarah bercerita , tumpukan lempeng Samudra Indo-Australia dan lempeng benua Eurasia membentuk daratan Pulau Jawa. Tanah Jawa adalah salah satu tahan tersubur di seluruh dunia. Terbukti dengan banyaknya gunung merapi aktif yang menyuburkan tanah jawa dan baik untuk nutrisi tanaman. JawaDwipa adalah julukan yang terkenal untuk Pulau Jawa. Berasal dari bahasa sansekerta yang berarti pulau padi. Menelisik lebih dalam Jawa Timur adalah provinsi bagian timur pulau jawa, dengan 38 kota dan kabupaten di dalamnya. Kota Santri termasuk ke dalam bagian Jawa Timur, jukulkan yang terkenal untuk Kota Pasuruan, 200 Pondok Pesantren tersebar di wilayah Kota dan Kabupaten Pasuruan

Sebelum seluruh bangsa mengenal budaya aksara atau yang di sebut dengan writing culture, mereka hidup dalam budaya lisan oral culture. Sebuah kisah legendaris dari KH Abdul Hamid di Pasuruan termask wujud dari budaya lisan. Dan salah satu bentuk kearifan lokal yang tetap berkembang sampai saat ini adalah haul. Kearifan lokal adalah salah satu nilai, norma, hukum dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat, yang dipengaruhi salah satunya oleh faktor agama, berbagai macam kepercayaan, dan pengalam yang diwariskan oleh leluhurnya. Maka haul tokoh-tokoh besar di Pasuruan selalu dilaksanakan setahun sekali. Sebagaimana sebuah tradisi yang harus dilestarikan oleh masyarakat setempat

Kiyai H Abdul Hamid yang memiliki nasab Abdul Hamid bin Umar seorang ulama di Lasem Jawa Tengah. Ibunya adalah anak Kiyai Shiddiq memiliki seorang kakak KH Machfudz Shiddiq tokoh ulama NU. Dalam perjalanan hidupnya KH Abdul Hamid meninggalkan banyak petuah-petuah, amanan, dan ajaran moral serta kearifan bagi masyarakat muslim Pasuruan. Beliau di percayai masyarakat Pasuruan sebagai wali yang memiliki karomah yang artinya kemuliaan. Salah satu contohnya dalam satu kisah sorang Habib Baqir yang ingin bertemu dengan KH Abdul Hamid, betapa terkejudnya beliau ketika yang ditemui dirumahnya bukanya sang Kiyai. Dia adalah sosok gaib yang menyerupainya. Dengan ilmu kanuragan Habib Baqir mencarinya dan terkejut karena sang Kiai tengah berada di Tanah Suci Mekkah.

Kisah lain juga di utarakan oleg Said Ahmad yang memang dia sengaja untuk menguji kewalian KH Abdul Hamid. Said Ahmad ingin mengetahui, apakah Kiai tahu bahwa dia ingin diberi makan olehnya. Setelah menunggu selepas shalat isya sampai lampu teras rumah Kiyai mati yang berarti orang didalamnya hendak istirahat. Said melangkahkan kaki untuk pulang dan berpikir niatnya berhasil tidak di ketahui sang Kiyai. Akan tetapi dari teras, pemilik rumah melambaikan tangan kepada Said dan berkata “Makan di sini ya” kaya Kiyai Hamid, dari situ Said percaya bahwa Kiyai Hamid adalah wali.

Selain itu nasehat-nasehat yang beredar dari generasi kegenarasi di Pasuruan sangat di jaga dan terus di sebarkan baik melalui pengajian, mapuan acara haul itu sendiri. Salah satunya nasehat dari KH Abdul Hamid, atau yang akrab di kenal dengan sebutan Romo Yai oleh orang Pasuruan adalah ketika kamu ingin rezekimu lancar, urusan di dunia dilancarkan oleh Allah SWT maka jagalah shalat subuh berjamaah. Dan hal ini terbukti dengan banyaknya jamaah subuh baik itu kaum tua ataupun kaum muda. Akah tetapi tidak di pungkiri juga, untuk mempraktekan hal tersebut perlu ketekunan dan ketelatenan untuk terus melaksanakan setiap hari. Mendidik santri tidak selalu menciptakan santri yang alim, akan tetapi setiap santri memiliki keberkahan sendiri-sendiri, itulah kalimat yang beredar dalam masyarakat. Tidak dipungkiri juga orang yang beriman akan mengambil berkah dari sebuah nasehat tersebut, sama halnya dengan nasehat yang berbunyi “Adakalanya tamu datang kepada manusia dan adakalanya pergi, dan tamu itu memiliki keberkahan sendiri-sendiri.” Maksud dari perkataan ini adalah adanya penyakit yang datang kepada manusia pasti ada hikma di balik itu semua, apabila orang-orang beriman pasti akan mempercayainya dan mengambil hikma dari sebuah musibah yang menimpa.

Dari adanya sebuah kepercayaan, tradisi, kebudayaan, bahkan agama, inilah yang melahirkan sebuah wordview di dalam Islam. Dan cara pandang inilah yang membentuk masyarakat Pasuruan, seperti halnya untuk memperingati wafatnya atau kematian leluhur para tokoh nusantara ataupun tokoh ulama khususnya seperti KH Abdul Hamid, maka setiap tahun masyarakat Pasuruan mengadakan Haul. Sebuah upacara bertajuk keagamaan yang di anggap sebagai salah satu upacara suci, dengan corak spesifik yang sangat mencerminkan nuansa lokal setempat. Haul merupakan alkulturasi dari aspek keislaman dengan kebudayaan jawa. Dari dulu hingga sekarang tradisi Haul di Pasuruan tetap dilaksakanan setiap setahun sekali, tradisi ini tetap mampu untuk mempertahankan eksistensi dan kelestarianya. Terbukti dengan membludaknya jumlah jama’ah setiap tahunnya. Dalam hal ini yang terpenting dari sebuah tradisi Haul bukan makna material dari upacara tersebut akan tetapi lebih mengarah kepada makna simbolis, berupa kecintaan kepada tokoh yang di peringati yakni KH Abdul Hamid, mendekatkan diri kepada sang Khaliq dengan berharap mendapat keberkahan dari upacara haul tersebut, ataupun meningkatkan aktifitas religiusitas dalam diri seseorang. Selain itu untuk mengenang kembali kisah hidup, perjuangan, keteladanan, dan bagaimana beliau menyebarkan ajaran Islam di Pasuruan.

Sama halnya yang dilakukan masyarakat di kota-kota lain untuk terus melestarikan sebuah tradisi, itulah yang dilakukan oleh masyarakat Pasuruan. Di masa modern banyak sekali budaya-budaya asing yang muncul. Sedangkan Islam hadir ditanah Pasuruan membawa banyak dampak baik bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya dalam hal religiusitas akan sebuah kepercayaan kepada Tuhan, dilihat dari aspek teologi tradisi Haul memiliki sebuah nilai keibadahan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT, yang ujungnya adalah mengtauhidkan keesaan Allah SWT. Mempunyai rasa wajib menjalankan dan mempertahankan tradisi sehingga memunculkan nilai-nilai kekeluargaan antara umat dan masyarakat, memiliki nilai kebersamaan berupa toleransi antar sesama. maka dari sebuah karifan lokal yang tetap di lestarikan, terlebih lagi semakin mengningkatnya setiap individu dalam hal relegiusitasnya banyak sekali pesantren yang tersebar di Pasuruan. Sehingga itulah mengapa pasuruan disebut dengan Kota Santri.

 

 

Kategori: Artikel

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

eight + sixteen =

%d blogger menyukai ini: