Bogor terkenal dengan sebutan kota hujan. Kediri dikenal dengan kota tahu. Maka Pasuruan juga dikenal dengan kota santri. Dunia ini hanyalah sebuah perumpamaan. Bahkan bapak Ibnu Sinai banyak disebut sebagai Bapak Kedokteran Moderent, seorang ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang tempat dan waktu. Tidak kalah tersohor, di Pasuruan Jawa Timur memiliki tokoh relegius yang banyak di datangi turis lokal. Salah satunya Kiai Haji Abdul Hamid bin Abdullah bin Umar. Salah satu pendiri pondok pesantren salafiyah.

Karena dijuluki sebagai Kota Santri pastinya masih banyak rentetan pesantren-pesantren yang tersebar di seluruh wilayah Kota ataupun Kabupaten Pasuruan. Seperti ada Pondok Pesantren Bumi Sholawat, Pondok Pesantren Al-Hidayah, Pondok Pesantren Sidogiri dan lain sebagainya. Dari pondok-pondok inilah yang mendidik generasi di era modern tetap mendasarkan segala ilmu kepada Al-Quran dan Asunnah. Mendidik karakter generasi Z tetap berakhlak dan sopan santun kepada generasi boby bommers, generasi X, maupun generasi Milenial.

Maka saat inilah tugas para santri untuk ngabdi. Mengabdi di tengah masyarakat yang resah dan cemas akan virus Covid-19. Tidak hanya Indonesia sebagai macan Asia yang tertidur diserang oleh kejamnya virus ini, Negara Paman Sam juga terkena dampak walaupun penghasil gingseng terbaik di seluruh Dunia. Negeri Tirai Bambu yang terkenal sebagai penganut paham sosialis, sehingga tertutup dengan dunia luar. Nyatanya tidak bisa melockdwon virus ini agar tidak menyebar keseluruh dunia. Negara indah Italia yang terletak di jantung laut mediterania juga tidak luput dari hantaman virus mematikan ini.

Jika pejuang zaman dahulu adalah bersatu kita akan menang, maka pada era sekarang bersatu kita akan mati. Inilah pashion santri-santri yang suka sekali akan kata “rebahan”. Ikut berkontribusi dalam sosial distancing yang pada bulan suci Ramadhan hanya merebahkan diri dirumah saja. Tapi bukan seperti itu cara santri untuk mengabdi dalam melawan Covid-19. Berdoa salah satu pesan dari pesantren untuk selalu di lakukan dirumah. Doa adalah manifestasi ketidakberdayaan seorang hamba yang selalu butuh bantuan sang Maha Pencipta Allah Azza wa jalla. Nabi saw bersabdah “Doa adalah murninya (otak atau pangkalnya)ibadah” diriwayatkan oleh imam Al-Trimidzi dari Anas bin Malik.

Tentunya ini harus dilakukan tidak hanya pada santri, tetapi seluruh masyarakat Indonesia harus menerapkanya. Doa itu perwujudan dari menjalankan perintah Allah yang menyuruh hambanya untuk meminta kepadanya. Hal ini menjadikan manusia agar ingat akan segala sesuatu terjadi hanya karena perintah Allah. Mengadahkan tangan memohon bantuan sang haliq dan hanya kepadanya pula tempat seluruh umat muslim mengadu.

Hanya dengan berdoa tidak akan berhasil seketika. Harus diimbangi dengan usaha usaha lahirniyah. Seperti memakai masker setiap keluar rumah, mejaga jarak satu meter dengan yang lain ataupun mencuci tangan dengan sabun. Dan kebiasaan ini dilakukan santri pada pondok pesantrennya sebelum dipulangkan kerumah masing-masing. Maka prilaku yang sama akan diterapkan dirumah. Sehingga orang rumah bahkan tetangga sekitar yang malas melakukan anjuran pemerintah, akan mengikuti cara tersebut dan termotivasi. Sebagai santri kita harus selalu berkhusnuzon, arti lain dari khusnuzon adalah berfikir positif. Makna lain dari berfikir positif adalah berdoa kepada Allah. Untuk itu mengeluarkan kata-kata baik, dan berfikir positif juga salah satu cara para santri berdoa secara tidak langsung kepada sang maha pencipta dan membuat mental kita tetap sehat.

Inilah yang dimaksud dengan bersatu di era sekarang. Berjahuan tetapi tetap memegang tegu semboyan bangsa Indonesia “Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”. Para Kiayi dan aparatur pemerintah bersatu melawan Covid-19. Mengumumkan fatwa-fatwa sholat jum’at ditiadakan. Tercatat dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 14 Tahun 2020. Inilah bentu kontribusi pemuka agama dalam membantu menangani wabah. Tidak main-main wabah yang menggemparkan dunia membuat rumah Allah di Mekkah sepi dari jama’ah. Tidak luput masjid-masjid di Pasuruan wilayah redzone juga terisi hanya seperempat dari total keseluruhan pada hari biasa.

Akan tetapi pada wilayah masih dalam kategori aman, terlihat beberapa santri yang tetap melaksanakan shalat jum’at. Dan kegiatan itu memperhatikan sosial distancing, memakai masker saat berpergian dan mencuci tangan setelah sampai rumah. Lantunan-lantunan ayat indah al-quran masih berkumandang keras dari para santri yang melaksanakan budaya tadarus. Tidak bergerombol tetapi juga berlomba-lomba mendapat pahala serambi berseru membinta pertolongan terselesainya wabah ini. Beberapa santri yang berada diwilayah Pasuruan dengan status redzone tidak mengurangi semangatnya dalam beribadah. Tetap melaksanakan tarawih dan tadarus walaupun di rumah saja bersama keluarga.

Penulis ingin mengingatkan, bahwa ini sebenarnya menuntun kita untuk terus berseru akan nikmat dan karunia Allah. Semua ini tidak akan terjadi jika bukan perintah Allah. Bagaimana bisa wabah kecil tak terlihat kasat mata menggemparkan seisi dunia. Bagi orang-orang beriman wabah ini adalah rahmaat. Musibah dalam bentu apapun pasti akan dialami manusia(QS Al-Baqarah:155), yang jika menimpa orang kafir, maka mutlak sebagai azab (QS As Sajdah:21) Sebaliknya jika menimpa orang orang mukmin pasti bagian dari bentuk kasih saying Allah swt. Sedangkan dokter dan jajaranya yang meninggal karena wabah ini adalah mati syahid, karena telah berjuang dalam melawan virus ini.

Kategori: Artikel

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

eleven + 3 =

%d blogger menyukai ini: