Bukankah begitu? Kita beranjak dari kehidupan nol menuju kehidupan seratus. Berawal dari tidak bisa apa-apa ingin menjadi apa-apa, yang bisanya nangis ingin terus tertawa, yang dulunya makan masih di suapkan sekarang makan sendiri. Hidup ini memang harus berjalan, kita tidak mungkin hanya tetap di tempat. Kecuali memang sudah tertahan oleh alam semesta. Kita sering menemui air yang terus mengalir juga berada di tempat, keduanya bisa di nikmati juga bisa tidak. Namun kita harus mengakui adanya air tersebut bukan semata-mata berjalan sendiri, tetapi ada yang menggerakkannya yaitu Allah. Nah, manusia juga begitu, sama-sama berjalan tetapi tidak boleh melupakan bahwa perjalanan bukan karena kita adanya.


Sadar nggak? Kita sering lupa dengan setiap yang terjadi pada diri ini semua datangnya dari Allah. Emosi, egois, sombong yang kerap kali menghujani hati kita sehingga menjadikan diri menutupi bibit iman kita. Bibit iman itu apa? Bibit iman adalah sesuatu yang mandasari kita untuk berbuat kebaikan namun masih sekedar muncul. Lantas agar bibit itu semakin besar dan tertanam kokok pada hati bagaimana caranya? Kia selalu mengingat Allah apapun dan bagaimanapun caranya.
الابذكرالله تطمعن القلوب yang artinya dengan mengingat Allah maka hatimu akan tenang. Di terimanya kebaikan oleh hati dengan menggunakan perasaan tenang, yaitu mengingat Allah. Ketika mengingat Allah maka Allah akan lebih mengingat kita.


Terlepas dari semua itu juga kita harus lebih waspada, sebab bibit yang akan tumbuh masih sangat rentan terhdap keadaan. Berbeda dengan yang sudah menjadi pohon berakar kuat. Sekalipun seratus orang menarik, angin kencang menghempas pohon itu akan tetap berdiri meskipun terkadang ada yang tumbang tetapi sangat jarang dan tumbangnya adalah karena takdir Allah. Misalkan, sebagai seorang yang awam kita juga pasti mempunyai iman dalam hati. Ada manusia yang bibit imannya baru tumbuh, misalnya baru saja kita tanamkan dengan syahadat, sholat, sedekah puasa dan lain-lain, tidak lama kemudian bibit itu di sikat dengan mengumpat orang, sombong, iri dengki. Bibit yang baru saja tumbuh itu pupus, daun kesabaran juga ketabahan yang baru akan muncul sudah hilang di makan ulat-ulatnya hati. Maka dari itu kita harus selalu tetap waspada dengan mengingat Allah. Mereka yang mempunyai keimanan sudah tumbuh besar bagaikan pohon pun juga harus tetap waspada, sebab seorang hamba tidak bisa mengandalkan amal perbuatanya, jika Allah tak meloberkan Kasih Sayangnya seketika itu hambanya bisa saja hilang Imannya.


Ada banyak cerita yang bisa kita jadikan contoh, ada yang masa kecilnya mengembara menjadi berandal tetapi akhirnya menjadi Wali Allah seperti Sunan Kalijaga. Raden Burhan yang biasa disebut pujangga terakhir keraton Surakarta masa kecilnya juga suka sekali dengan sabung ayam sampi berbotoh dan akhirnya juga menjadi manusia pilihan, sabda perkataannya dijadikan banyak rujukan. Kita tidak tahu nasib kita yang ke depan seperti apa, ada juga seorang wali besar muridnya berpuluh-puluh ribu, mashur sampai bisa terbang tetapi akhir hayatnya meninggal dengan su’ul khotimah karena kalah dengan godaan syaitan. Sungguh hidup ini penuh teka-teki, jalan takdir Tuhan tak bisa kita ramalkan. Kita hanya berusaha untuk menjadi hamba yang terbaik. Kita semua hidup dalam perjalanan pulang, entah di tengah-tengah perjalanan ada tikungan besar atau jalan yang lurus tidak kita ketahui. Takdir kita telah ditentukan sejak ruh ditiupkan (40 hari di kandungan), hidup atau mati hita sudah ditentukan, entah hidup kita akan menjadi شقيّ أو سعيد (celaka atau bahagia) nantinya. Berbekal doa dan usaha selanjutnya kita serahkan semuanya pada Allah, semoga perjalanan kita sampai tujuan dengan selamat memperoleh predikat khusnul khotimah.
Aamiin Yaa Robbal Alamien.

Tasi’ Nugroho M

Kategori: Opini

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

four + ten =

%d blogger menyukai ini: