Di suatu desa yang tepat berbatasan dengan kota Madiun hidup seorang pemuda bernama Fahad. Ia terlahir dari keluarga sederhana dan rajin beribadah. Pada suatu ketika Fahad mengatakan kepada ibunya perihal untuk melanjutkan pengembaraan dalam mencari ilmunya di pondok pesantren “ Buk..Saya mau mondok boleh yaa?, saya ndak usah kuliah saja buk..”, ucap Fahad pada ibunya. Ibunya menjawab “kalo kamu tidak kuliah, apa kamu nanti bisa kerja lee??”. Kemudian Fahad dengan wajah serius berusaha menanggapi perkataan ibunya, “gini buk, saya mondok memang bukan berniat agar nanti saya mendapatkan pekerjaan seperti remaja seumuran saya buk, tapi saya ingin ketika nanti ibuk dan bapak sudah tidak ada, Fahad bisa mendoakan ibuk dan bapak, terus Fahad juga pingin menjadi seorang da’i yang memberikan manfaat untuk orang lain buk, apalagi di desa kita juga masih banyak yang tidak peduli soal agama buk..”. Setelah mengetahui niat baik sang anak akhirnya ibunya berkenan mengizinkan untuk mondok “ Iyasudah, kalo begitu ibu izinkan mondok le, tapi izin dulu ke bapakmu yaa..”. Akhirnya keinginan Fahad dikabulkan oleh ibunya, karena ia paham ketika ibunya sudah mengizinkan ia mondok, maka ayahnya akan mengizinkan pula.
Tiba di hari yang ditunggu-tunggu oleh keluarga Fahad. Iya, Fahad akhirnya menjadi calon santri dan akan mondok di pesantren Lirboyo, Kediri. Sebelum ia berangkat ke pondok biasanya ada tradisi di keluarganya dengan mengadakan selamatan kecil-kecilan. Tanpa basa-basi di hari pertama berangkatnya fahad ke pondok, kedua orang tuanya mengundang para tetangga agar berkenan hadir untuk ikut mendoakan putranya, Fahad. Para tetangga sudah berkumpul di rumah Fahad untuk mendoakan, tapi tiba-tiba bu Lastri di depan orang-orang dengan nada menyindir mengatakan “eh pak, buk!!, anak kalau zaman sekarang enggak kuliah mau jadi apa ya? Setahu saya jika yang kuliah itu nanti ya mudah dapat pekerjaan, terus kalau membiayai hidup keluarga juga mudah kalau ada pekerjaan kan ya?”, semua orang yang hadir nampak diam dan dihati mereka bergumam kok iya sampai segitunya bu Lastri dalam berbicara di depan orang. Nampak juga ayah dan ibu Fahad tetap tersenyum dan begitu juga Fahad yang ekspresinya nampak sedikit bingung.
Setelah apa yang terjadi dalam proses selamatan keberangkatan Fahad ke pondok, dengan bercucuran air mata kedua orang tuanya melepas Fahad dengan sembari mengatakan “ le had, kamu kalau di pondok jagalah sopan santun dengan siapapun, terus niatlah kamu di pondok untuk mencari keberkahan hidup le, InsyaAllah bapak dan ibuk selalu mendoakan kamu untuk sukses”. Kemudian dengan menganggukkan kepala Fahad menjawab “Iya pak, buk..”, kondisi yang hujan seolah-olah menambah haru suasana saat itu.
Keputusan telah diambil, pengorbanan dari orang tua Fahad yang dengan berat hati mencoba mengikhlaskan anaknya ke pondok lambat laun mulai menampakkan hasilnya. Walaupun demikian masyarakat desanya yang masih menutup mata soal siapa sebenarnya santri tetaplah menyebarkan gosip-gosip dan membicarakan mengenai keluarga Fahad.
Tidak terasa telah 6 tahun sudah Fahad berada di pondok dan sebagai tanda telah lulusnya Fahad belajar di pesantren ia mengikuti wisuda akhirassanah. Tampak dari wajah kedua orangtuanya sangat bahagia dengan telah selesainya Fahad mondok. Segera setelah selesai proses wisuda bergegaslah Fahad bersama kedua orangtuanya untuk sowan boyong kepada pak Kyai, dan layaknya santri yang akan boyong lainnya, Fahad dengan perasaan bahagia mengemasi barang-barangnya kemudian pamit kepada teman-teman kamarnya. Ia tau jika inilah awal daripada memberikan kemanfaatan atas ilmu yang telah ia dapat selama di Pesantren.
Apa yang terjadi selanjutnya membuat semua masyarakat desa dimana Fahad tinggal semakin tarkagum-kagum dengan kepribadian fahad begitu ia pulang dari pondok. Ia nampak sekali sangat antusias dan telaten dalam mengarahkan masyarakat kepada ajaran Islam, tidak sedikit yang mengikuti ajakan dakwah Fahad karena begitu menjaga akhlak serta norma-norma masyarakat desa ketika ia ajarkan mengenai Islam, termasuk tetangga yang sebelum-sebelumnya sempat mencibir Fahad beserta kedua orangtuanya tiba-tiba menyukai Fahad dan takjub dengan sikapnya. Dan jelas siapa yang bertakwa di jalan Allah, maka Allah akan mencukupi segala rezekinya di dunia. Itulah yang dialami Fahad. Semakin ia menyibukkan diri mengurus dan mengasuh masyarakat dengan ikhlas, rezeki ia berupa materi selelu terpenuhi dengan baik, dan yang lebih penting inilah yang menjadi awal masyarakat desanya menjadi masyarakat yang agamis serta tunduk akan hukum-hukum Allah.
by: Muhammad Abid Rof’a
0 Komentar