Bayang Tragedi  65

 

Dikisahkan seorang bapak-bapak petani menuju ke ladang sambil membawa palu dan arit untuk membenahi gubuknya yang rusak dan memotong rumput di sekitarnya. (Daerah ladang)

 

“Hidup di tahun 65 ini, rasanya seperti di ujung tanduk, tidak nyenyak”

“Ahh, Apalagi mendengar ada gejolak masa di mana-mana, rebutan tanah, rebutan golongan. Duh Gusti, Jangan sampai gejolak ini merambah sampai ke desa tempat tinggalku ini.”

“Begitu mencengangkan zaman ini. Umur manusia memang di tangan Tuhan, tapi aku rasa di masa sekarang, umur manusia ada ditangan golongan” (Sambil meneruskan ngaritnya/ membenahi gubuknya)

(Suara kentongan pun berbunyi, pertanda magrib datang, Suara adzan dilantunkan dengan nada Jawa ciri khas di desa itu)

“Walahh, tidak terasa sudah magrib”

“alhamdulillah, mugi panjenengan paring kula rezeki gusti, seger waras ayem tentrem”

( Ketika bapak bapak itu berjalan pulang menuju rumah. Sesampaiannya sampai rumah tidak disangka di depan rumahnya sudah ada label merah di dinding anyaman bambu rumahnya. Rumah rumah sengaja di gambar simbol palu arit oleh orang yang tidak di kenal. Bahkan yang memiliki rumahpun tidak tau apa maksud di baliknya. (Dengan kaget bapak mengatakan )

“ Loh, Loh, apa ini !”

“ Dekkk, coba keluar sebentar” (bapak memanggil istrinya)

“ kok tiba tiba ada symbol ini, dari mana, apa kamu tau?”

“HAH? Kamu juga barusan lihat sekarang?”

“Waduhhhhh, siapa yang memberi cap ini?, ditengah huru hara malah ada label label tidak jelas seperti ini”

(Istrinya memeluk dan bilang kalau ia takut akan terjadi apa apa)

“heii dek, sudah… jangan takut… emang, apa yang di takutkan?”

“hussss, sudah jangan berpikir yang tidak tidak,”

“Yuk, masuk dulu, bapak mau mandi dan sholat magrib ke mushola”

(Istrinya tanya mau dibuatkan minum apa)

“apa? kopi apa teh? Hmm sampean buatkan kopi aja dek, seperti biasa”

(Setelah mandi dan siap siap, bapak itu keluar untuk ke mushola )

“ Dekk, bapak berangkat dulu”

“loh, heh, tumben sampean ingin memelukku”

Wahai istriku, kenapa kau bertanya ketika aku pergi kau di rumah harus menyiapkan apa? Menyiapkan makan ataukah kain kafan?

“matahariku, kamu bilang apa? Aku cuma mau sholat….bukan mau perang” (sembari menenangkan istrinya)

“udah dek jangan khawatir, Gusti pasti melindungi kita”

( Dibalik itu, ada salah satu pasukan yang mendatangi seorang pamong desa untuk menyerbu dan menyapu habis kelompok yang diduga golongan kiri di desa itu. Pamong memberikan data data siapa saja yang termasuk dalam kelompok kiri dengan memberikan tanda silang merah di data kependudukan itu. Dan pasukan mendapatkan data data yang belum diketahui kebenarannya. Dengan gelora kalimat takbir serta perang suci sebagai nama gerakannya. Pasukan itu siap untuk menyapu rata.)

(Bapak mulai melangkahkan kakinya. Ditengah jalan mendengar seperti ada orang bergerak)

(suara samar samar terdengar entah dari mana dan oleh siapa. Suara orang orang bergerak semakin terdengar nyata. bapak mempercepat langkahnya)

“HEI, KOE AREP NYANDI?” ( suara terdengar dari belakang bapak tani)

“MANDEK….! KOE NGERTI, KAUM KIRI KUDU MUSNAH ING BUMI PERTIWI!”

“ A… a…Aku bukan kaum kiri” (bapak dengan gugup)

“Alasan….”

“Benar…. Aku bukan PKI” (gemetar penuh dengan ketakutan)

“AAAAHHH,”

(Terjadi adegan untuk menghabisi orang yang dianggap pki itu (bapak) , dibacok dan hampir di gorok, tapi bapak tadi berhasil untuk melepaskan diri meski tetap bersimbah darah dan hampir mati.)

“ Duh Gusti, apa yang terjadi hari ini”

“ Firasat istriku tadi mungkin benar”

“aku berjanji apa yang aku alami hari ini akan aku ceritakan pada anak cucuku nanti”

“Akan aku adukan semua ini pada Tuhan dan semesta.”

TAMAT.

 

 

 

Kategori: Sastra

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

twenty + eight =

%d blogger menyukai ini: