“ Mawar!”
Seseorang memanggilku dari belakang. Yang otomatis membuat langkahku terhenti dan menolehkan kepalaku kebelakang. “ Eh kamu jasmine, aku kira siapa? Yaudah yuk ke kelas”. ajakku pada jasmine. Oke. Kami berdua pun masuk kedalam kelas les, di dalam kelas pun seperti biasa, suasana sepi dan tak menyenangkan, ya walaupun aku maklum saja sih. Karena disini itu merupakan tempat seseorang berkumpul untuk meraih mimpinya tak terkecuali aku. Namun, kebosananku buyar dan menguap begitu saja ketika kudapati seseorang memasuki kelas ini dan duduk disebelahku. Aku lantas mlongo dengan pikiran yang melayang kepada kejadian yang terjadi tak lama sebelum ini.
20 menit yang lalu.
Treet treeet.
Teman-teman sekelasku di sekolah yang mendengar bunyi itu pun lantas kegirangan tak terkecuali aku. Lalu seperti cacing yang disiram air sabun, semua orang pun berhamburan keluar dari dalam kelas beserta aku juga dengan setelahnya, pergi ketempat parkiran bersama dua sahabat karibku dan berpisah ketika telah sampai di motor kami masing-masing,
“War, aku duluan ya “. Ramah seseorang kepadaku yang tak lain dan tak bukan adalah sahabatku sendiri. “Siap, Melati”. Ramahku balik.
Si Melati pun sedikit berbasa-basi kepadaku. “Langsung ketempat les nih kamu, War?”. Tanyanya yang langsung kuberikan anggukan kepala dan jempol satu di tangan. Dia pun terkekeh sebelum kemudian mengeggas motornya dan berlalu dari hadapanku. Aku setelahnya juga segera bersiap dan meluncur keluar dari sekolah SMA ku ini. Dan ketika telah berada di jalan, aku pun tak sadar membatin seperti ini ’Aku ingin ah nanti dia si teman lesku yang aku sukai itu duduk disampingku dan dia akan menjadi jodohku. Aamiin aamiin ya rabbal alaamiin. Kabulkanlah permintaanku ini, Ya Allah’ batinku menggebu-gebu hingga aku sampai di tempat les ini, walaupun sebelumnya mampir dulu beli jajan sih.
Kemudian aku beserta teman satu lesku pun ngacir kedalam kelas les dengan sebelumnya berbasa-basi dulu versi kami. Hingga tak lama setelahnya aku duduk di tempatku, seseorang datang dan langsung duduk begitu aja disampingku. Deg,kok malah dia ya yang duduk disini? Bukan dia, orang yang aku sukai diam-diam itu. Batinku waktu itu tak habis pikir. Huh, karena pada dasarnya sifatku yang pemikir dan baperan, akhirnya aku pun oleng ketemanku itu, aku jadi tidak menyukai temanku yang dulu namun menyukai temanku yang baru saja duduk disampingku tadi.
Kembali pada masa sekarang. Aku yang tersadar dari keterplongoanku langsung saja menata diriku lagi agar tidak terlarut dalam sebuah perasaan yang bisa membawa kesakitan bagi diriku sendiri dan mulai menyimak guru di depan sana. Namun, sepertinya semesta tidak membiarkan aku menyimak materi pelajaran kali ini dengan tenang dikarenakan tiba-tiba saja tutup pulpen yang tadi aku mainkan supaya aku fokus itu, jatuh menggelinding kebawah tepat disamping kaki dia.
Hey. Aku harus bagaimana nih? Ambil sendiri nggak bisa soalnya nggak ada sekat sama sekali. Minta ambilin? Tapi malu ih. Perangku dalam batin dengan setelahnya menghasilkan hasil pilihan kedua. Aku meminta tolong pada dia untuk mengambilkan tutup pulpenku itu. Sederhana sih. Tapi namanya orang yang baper pasti kayak gini udah wah gitu, tak terkecuali aku yang langsung senyam-senyum nggak jelas dalam hati dan berusaha tetap memasang wajah biasa saja.
Baru saja, aku melayang-layang di awang. Tiba-tiba saja guru fisika di tempat les ku sana bertanya kepada semua orang –untung bukan ditunjuk ya- apa jawaban dari soal yang sudah ditulis oleh ibu tadi. Aku yang memang sangat payah di bidang fisika ini tanpa sadar bergumam seperti ini, “Jawabannya apakah 6,5?”. Namun sialnya, baru saja aku menggumam seperti itu. dia –seseorang yang duduk disampingku tadi- menyeletuk begini. “ Jawabannya 0, bu”. Dengan suara yang keras sekali. Ibu fisika pun sontak mendengarnya dan langsung bergembira senang dikarenakan ada muridnya yang bisa menjawab soal yang beliau tulis tadi. Aahhh, entah kenapa ketika dia bicara seperti tadi. Aku merasa seolah-olah dia sedang membenarkan jawabanku secara tidak langsung. Dan aku pun malu bukan kepalang, karena biasanya di tempat sekolahku itu, aku jadi seseorang yang pintar gitu disana. Tetapi ketika disini, aku malah seperti orang bodoh karena memang aku akui sih bilamana disini itu orang-orangnya sangat pintar sekali jauh diatasku tak terkecuali si dia tadi. Walaupun begitu aku tetap senang karena keinginan terpendamku yang ingin bertemu dengan seorang lelaki yang cerdas akhirnya terkabulkan sudah, ehe.
Setelah kejadian itu pun, aku berusaha menata hatiku lagi. Karena aku tidak mau terlalu berharap tinggi kepada manusia. Sakit. Aku nggak kuat. Maka dari itu, kuserahkan perasaanku ini kepada penciptaku saja, yaitu Allah SWT. Jika memang dia jodohku, seperti doaku waktu itu. maka kelak pertemukan kami lagi dalam keadaan sudah sama-sama siap dan sukses dibidang kami masing-masing. Tapi jika dia bukan jodohku, aku akan berusaha ikhlas lahir batin dan aku berdoa jika dia bukan jodohku tolong pertemukan aku dengan jodohku yang sesungguhnya kelak ketika aku sudah siap dan sukses dibidangku ini. Aamiin. Doaku kepada Allah disetiap aku terbayang-bayang si dia.
Beberapa bulan setelahnya. Takdir pun datang menghampiri. Aku dulu yang begitu terobsesi ingin masuk salah satu universitas di kota pelajar, harus dengan berat hati merelakannya karena tidak kesampaian. Dan entah ini suatu kebetulan atau hanya aku saja yang mencocok-cocokkan, dia malah keterima di universitas impianku itu dengan jurusan yang selama ini diam-diam aku anggap keren. Udahlah, bertambah deh sukaku.
Setelahnya aku pun mendafar di salah satu kampus di kota A dan ketika aku mendaftar, di kampus ini. Ada saja hal yang membuat aku panik bukan kepalang. Yaitu pertama, ketika akan mengikuti simulasi tes yang dilakukan mandiri di rumah. Aku tidak bisa login bahkan itu terjadi berulang kali sampai simulasi terakhir. Tapi alhamdulillahnya ketika akan mengikuti ujian finalnya, tidak terjadi masalah suatu apapun. Juga ketika aku akan mengikuti ujian mandiri di kampus ini, aku dengan segala keluputanku melupakan tanda identitas berupa KTP milikku di rumah. Tidak aku bawa sama sekali, tapi syukurlah itu tidak apa-apa dan aku bisa mengikuti ujiannya dengan lancar.
Alhamdulillah, mungkin memang disinilah tempat terbaikku. Aku ikhlas jika disini. Dan ketika aku dilanda patah semangat, maka aku akan memandang fotonya dia dan meyankinkan pada diriku sendiri bahwa aku harus lulus kuliah disini selama 4 tahun dan tidak boleh males-malesan karena dia yang aku sukai juga kuliah. Maka dari itu aku harus kuliah juga! Aku yang sedang mengetik tugas di laptopku pun seketika cengingisan tidak jelas menyadari pemikiranku yang aneh mengenai motivasi kuliahku.
“Mawar! Kamu lagi ngapain di dalam kamar sana? Ayo cepat keluar dan bantu ibu pilihin cabai ini!”. Mendengar suara keras yang berasal dari arah dapur. Aku secepat kilat menutup laptop yang aku gunakan tadi. Lalu bergegas menghampiri ibu. “Iya. Bu”. Jawabku setelahnya. Dan tak lama kemudian membantu ibu memilah-milah cabai. Hingga 20 menit pun menjelang, semua pekerjaan tadi otomatis sudah tuntas. Aku yang melihat itu langsung saja pamit undur diri untuk sekedar bermain dengan hp ku. Tapi alangkah terkejutnya aku ketika tiba-tiba saja ibu datang dan langsung berdiri dibelakangku. Aku yang waktu itu sedang membuka galeri seketika harus tergagap ketika ibu menggurauiku perihal foto yang aku simpan di galeri, yang tak lain dan tak bukan adalah foto teman satu lesku tadi.
“Hayoo siapa tadi. Kok fotonya disimpan-simpan”. Sahut ibuku yang langsung membuat aku salah tingkah. “Insyaallah jodohku, buk. Aamiin. Hehehe”. Gurauku kearah ibuku tak lupa dengan terkekeh. Namun sebenarnya menyembunyikan malu yang amat besar sekali. Karena perasaan pede gila yang aku miliki sesaat tadi. “Iya deh ibu aamiinin. Tapi apakah dia kenal denganmu, nak?”. Tanya ibukku setelahnya yang langsung mendapatkan ekspresi sedih dariku dan gelenga kepala dariku juga. “ Yaudah gapapa. Tapi pesan ibu jangan mencintai terlalu banyak, sedikit aja ya”. Saran ibukku yang langsung aku angguki dengan semangat berkobar didada kek anak perjuangan kemerdekaan. Yaiyalah inikan termasuk perjuangan juga kan. Perjuangan merebut hati si doi hehe.
Ibu pun pergi dari belakangku. dan ketika ibuku pergi. Aku pun bergegas tidur. Menggapai mimpi indah dengan si dia. Karena momen terindahku dengan si dia ya hanya di alam mimpi ini saja.
“Mawar! Mawar!”. Siapa sih yang memanggiku dengan keras-keras seperti itu? Nggak etis sama sekali. Dengan perasaan kesal yang membara aku pun menengokkan kepalaku kesegala arah berusaha mencari asal suaranya. Dan betapa terkejutnya aku ketika mendapati tubuh tegap seseorang dengan wajah yang familiar di ingatanku sedang berdiri menjulang tak jauh dari tempatku berada. “Loh? Kamu?”. Sahutku tak percaya.
“Iya ini aku Mawar”. Jawab sosok itu sambil mendekat kearahku lalu mengenggam kedua tanganku setelahnya. “ Ada yang mau aku omongin ke kamu, Mawar”. Lanjutnya yang langsung mendapatkan jawaban. “Apa?”. Dariku.
“Sebenarnya aku itu udah suka kamu dari lama. Dari waktu kamu meminta aku mengambilkan tutup polpenmu yang jatuh itu. jadi, emm. Maukah kamu membangun rumah tangga bersamaku? Menjadi ibu dari anak-anakku sekaligus istri tercintaku satu-satunya?”. Aku sontak melongo. Tolong sadarkan aku jika ini bukan mimpi!
“MAUUUUU!”. Jawabku cepat kelewat semangat, namun baru saja aku melihat senyuman sosok tadi ketika aku mengiyakan permintaannya eh tiba-tiba saja adegan berganti dengan ibuku yang mengguyur aku pakai air satu cebor. Apa-apaan nih?
Byurrr.
Aku langsung bangkit dari tidurku sambil megap-megap kayak orang kehabisan nafas. Dan menatap ibuku yang sudah berkacak pinggang dengan wajah garang. Aku pun sontak cemberut. “Jangan main guyur-guyur Mawar dong, buk. Nanti kalo mawar kaget trus terserang jantung mendadak trus meninggal nanti ibu sedih lagi”. Cerocosku tiada henti yang langsung mendapatkan jitakan keras di dahi. “Hush, ngomong sembarangan ya kamu. Salah sendiri ibu bangunin nggak bangun-bangun. Liat noh si Lily udah belanja di toko. Kamu masih aja molor kayak gini. Anak siapa sih?!”
Bukannya meminta maaf atas keterlambatan bangunku. Aku malah bertanya kearah ibuku begini karena masih belum sepenuhnya tersadar dari tidur panjangku. “Loh buk, si ganteng mana?”. Dan mendapatkan toyoran keras dari ibuku yang langsung menyadarkanku bahwa kejadian tadi hanyalah mimpi indah milikku semata. Hah.
CERPEN KARYA SITI NUR FADILLAH
0 Komentar