“Pacaran itu berat, tanggung jawabnya besar. Ya kita anggap saja buat saling menyemangati.” pesan singkat dari Kevin yang muncul setelah 1 bulan saling chating dan tukar kabar.

“Bener banget, buat semangat aja.” kubalas dengan singkat seolah-olah aku paham maksud dan tujuan dia. Akan tetapi dalam hati sebenarnya aku bingung dengan tingkah laku dia yang seperti ini. Dasar bodoh sudah setua ini masih saja dibingungkan dengan urusan percintaan.

Mahasiswa semester akhir yang fames akan kejombloan sejak mahasiswa baru, Leoni Pritania teman-teman di kampus mengenalku dengan sebutan oni. Pecinta drama korea memanggilku khas dengan nada korea eoni. Kisah percintaanku sunggu rumit, sempat gagal move on sejak SMA hingga semester 3 dan hampir 5 tahun menjadi gila karena mencitai orang yang tidak pantas untuk ku dicintai. Entahlah keadaan hati menjadi mati rasa. Tidak ada gairah untuk aku dekat dengan laki-laki lain.

Tiba-tiba tanpa ada angin dan hujan, aku bertemu dengan seorang pemuda dengan tinggi sekitar 160 centimeter, memiliki kulit sawo matang khas warna kulit Indonesia, terlihat jelas jakun yang menonjol di tengah-tengah lehernya. Datang menghampiriku dengan suara sedikit berat

“Maaf mbak, sedang tunggu apa ya?” dia menghampiriku yang berada di bahu jalan raya dengan menaiki sepeda motor honda astrea.

“Menunggu angkot mas?” fokusku masih pada arah jalan menunggu angkot agar segera datang, sambil memegang perut dan menggerak-gerakan kaki.

“Maaf mbak, kalau butuh bantuan cepat ayo saya antar?” memberikan tawaran dengan sangat sopan.

“Oh tidak perlu mas” aku menolak tawaranya.

“Oke mbak, saya permisi dulu” dia menghidupakn motornya dan berjalan berlawanan dengan arah aku mencari angkot. Aku yang sudah menahan sakit perut sejak jam terakhir kuliah sunggu tidak bisa menahan lebih lama.

“Mas tunggu saya ikut” teriakku memanggil mas bersepeda astrea.

“Mas mintak tolong carikan toilet mas, saya sudah tidak tahan lagi” lanjutku sebelum berboncengan dengan dia.

“Mbaknya mau BAB?” bertanya sambil menahan tawa.

“bisa cepat mas? Ini saya sudah tidak tahan banget” pintaku sambil terus menahan perut dan mengoyang-goyangkan kakiku.

“Ayo-ayo mbak aku carikan toilet” sahutnya, tanpa mengunakan helem aku naik ke sepeda, mencari toilet umum terdekat. Setelah mencari 15 menit akhirnya ada toilet umum.

“Disini mau mbak?” dia bertanya sebelum mematikan motornya tepat di depan musollah.

“Boleh deh gak papa yang penting ada toiletnya di dalam.” Jawabku sambil turun dari sepeda, tatapi belum berani masuk menunggu kepastian langsung dari masnya.

“Coba lihat mbak kalo tidak ada kita cari lagi” sahutnya, aku bergegas masuk kedalam dan ternyata ada toilet. Tanpa berpikir panjang aku masuk dan ingin membuang sisa-sisa yang menumpuk dalam tubuh. Ahhh rasanya nikmat sekali setelah semua drama pertoiletan berakhir, aku bergeas keluar teringat mas-mas yang manolongku. Aku berpikir mungkin orangnya sudah pergi karena aku cukup lama berada di toilet.

“Trimakasih mas” sahutku menghampiri dia yang terdiam di tempat parkir, sunguh baik pemuda ini. Mau menolong hal-hal yang menurut aku sunggu memalukan. Malu sebenarnya tapi mau bagaimana lagi.

“Sama-sama mbak, gimana uda lega?” tanya dia sambil tersenyum, setelah aku melihatnya dengan tenang wah sunggu tampan wajahnya yang berseri. Aku Cuma tersenyum dan menganggukan kepala. “Mau aku antar sekalian mbak ke rumah atau kosan?” tanya dia menawarkan kebaikan.

“Sudah mas tidak perlu, saya nunggu angkot saja. Trimakasih banyak mas.” Aku menolak ajakanya karena sudah cukup banyak dia menolong. Diluar dugaan dia meminta nomor sambil berkata “Boleh mintak nomornya mbak siapa tau butuh teman buat antar ke toilet lagi” dan aku hanya tersenyum memberikan nomorku. Dia pergi begitu saja meninggalkanku di depan musollah.

“Ah sial, siapa juga tadi namanya” gumamku melihat dia pergi kearah yang berbeda dengan kosanku. Sialnya lagi setelah sampai kosan aku menunggu chating dari dia yang aku tidak tahu namanya, jurusanya apa, rumahnya dimana. Seolah baru pertama kalinya mengenal cinta, setelah sekian lama gagal move on dan mati rasa. Mendebarkan sekali malam itu, menunggu sang kasih dibawah terik rembulan.

Tapi ternyata rembulan tidak memberikan takdir untukku bertemu lagi dengannya, sungguh nasib yang sial. Kejadian memalukan yang berakhir memilukan. Sampai akhirnya setelah satu bulan aku bertemu lagi dengan dia disebuah perkumpulan Ruma Baca Anak-Anak. Ternyata kita memang satu organisasi, senang dengan dunia anak-anak dan ingin memberikan edukasi mengenai menulis dan membaca untuk anak-anak. Tapi entah kenapa kita tidak pernah bertemu. Memang rembulan belum menulis takdir saat itu dan aku rasa saat ini rembulan memulai aksinya.

Dari kejadian itu aku tau namanya adalah Kevin Saputra dari prodi Hubungan Masyarakat. Ternyata kita satu prodi di Universitas Diponegoro Semarang Jawa Tengah. Berasal dari keluarga Solo berbeda jauh dengan aku yang berasal dari Sidoarjo memiliki darah madura di dalamnya. Dari drama mengantarkan ke toilet hingga bertemu kembali di sebuah organisasi. Kita semakin dekat, saling chating untuk bertukar kabar, saling VC untuk menghilangkan kejenuhan. Kita tidak pernah sekalipun jalan berdua, kita hanya sering bertemu di kampus dan organisasi.

Sampai akhirnya tiba-tiba dia datang dan pergi sesuka hati. Dia pergi ketika mulai semester 5, tanpa kabar atau apapun kita hanya saling menjadi penonto story Whats App. Kembai lagi menghubungiku saat liburan semester tiba. Lagi-lagi tanpa mempertanyakan persoalan kemarin aku menerima dia dengan senang hati. Kita kembali lagi chating dan VC sepanjang liburan.

Kemudian hilang ditelan monster menyeramkan ketika semester 6 berlangsung, hanya bertemu di organisasih dan chating sesuai kebutuhan organisasi. “Sial aku kenak layangan, tarik ulur sesukanya” ceritaku pada Ima salah satu sahaba selama kuliah.

“Dia seperti apa sih, kok bisa-bisanya kamu chating dengan dia tanpa penasaran hubungan kamu seperti apa?” tanya Ima padaku.

“Dia itu orangnya baik, dia tidak bermaksud jahat. Mungkin dia takut dengan kata pacaran. Dia bilang tanggung jawabnya besar. Dia bilang takut tidak bisa membedakan antara cinta dan nafsu. Dia adalah pemuda yang membuat aku mengikhlaskan segala macam luka masa lalu. Dia yang mengajarkan aku untuk hidup lebih baik dan bahagia” jawabku sambil melihat layar HP menunggu notif darinya.

“Bucin deh kamu, jangan mau di bodoh-bodohin sama laki-laki macam dia Oni. Aku rasa dia bukan laki-laki, tapi perempuan pengecut sekali. Geregetan aku dengernya kalau gak mau pacarana komitmen kek masak selalu pergi saat waktu kuliah tiba.” Ima mengomeli aku, selalu saja seperti itu mengomel layaknya ibu yang tidak mau anaknya terluka.

Tidak ada kemajuan setiap semester selalu begitu jalan kisah yang tak berujung. Tidak ada kenangan indah berdua hanya kenangan bersama organisasi Rumah Baca Anak-Anak, tentu saja bersama anak-anak kecil yang mengikuti kegiatan setiap minggunya. Di semester akhir ini aku memutuskan untuk pergi dari kehidupanya.

Tidak ada keberanian aku bertanya “Hubungan kita apa sih? jika sudah punyak yang baru bilang, atau setidaknya posting di sosial media. Sehingga aku bisa sadar diri untuk pergi dari awal. Jangan sukanya datang lalu pergi, kemudian datang lagi dan pergi lagi. Baiknya aku selalu menerima kamu tanpa mempertanyakan yang lalu. Jika ingin pergi ya bilang aja, urusan aku sakit hati biar aku yang mengobati kamu tidak perlu merasa tanggung jawab” tak ada keberanian untuk aku bertanyak seperti itu karena dari awal kita memang tidak ada hubungan apa-apa.

Tapi dari Kevin aku belajar untuk melupakan yang lalu. Hanya dengan ketulusan hati, hati yang keras bisa melunak, jiwa yang hancur bisa membaik. Dari Kevin aku belajar mencintai seseorang dengan apa adanya. Mau dia kaya atau miskin, memiliki starata sosial tinggi atau rendah, tampan atau jelek. Semua itu hanya titipan, ternyata dari Kevin aku tersadar bahwa mencintai tidak harus memiliki. Inilah tingkatan cinta yang sulit, membedakan antara cinta ataukah nafsu hirarki.

Aku memutuskan pergi tanpa pamit, bersikap biasa di organisasi dan menjadi penonton story di Whats App. Begitukah suratan rembulan untukku? Salama janur kuning belum melengkung, semoga Tuhan mempertemukan kita di pelaminan, bila kita dipertemukan sebagai tamu undangan akan aku kenang kamu sebagai pemilik hati tanpa syarat.

 

Kategori: Sastra

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

thirteen + five =

%d blogger menyukai ini: