Korelasi Cinta Segitiga Rahwana Shinta dan Rama di Realita Kehidupan

By Kopyah Ireng

Akhir – akhir ini yang sedang booming ialah kisah cinta rahwana kepada shinta yang disajikan dalam berbagai bentuk kesenian dari teater, tari, dan karya tulis. Kisah cinta suci rahwana kepada shinta yang tak kenal paksaan namun terus memberikan kasih sayang hingga dalam kisahpun ketika rahwana menculik shinta, rahwana tidak berani untuk menyentuh shinta sedikitpun. Justru meratukan shinta setiap saat. “sudahkah kau mencintaiku shinta?” sebuah pertanyaan yang sederhana namun sangat mendalam sekali. Yang menunjukkan bahwa rahwana ialah pria sejati. Sama halnya dengan pria jaman sekarang, lelaki akan terus mengejar cinta sampai ia dapati, dengan cara meratukan sang pujaan hati. Tutur kata yang lembut dan perilaku yang tak kenal sakit yang diderita asal pujaannya bahagia hingga mengucapkan “aku mencintaimu juga duhai kekasihku”. Namun tidak dengan shinta yang sangat setia dengan rama. Pasalnya ketika diculik oleh rahwana, shinta tetap menunggu pujaan hatinya dan tidak memperdulikan rahwana. Memang dari dulu yang namanya perempuan itu setia ya, namun perlu dipertanyakan cinta shinta kepada kepada rama itu memang cinta yang hakiki atau cinta yang hanya terobsesi pada kesempurnaan raganya. Namun bila kita hayati memang shinta ini cinta kepada rama, karena bagaimanapun akhlak cinta dari rahwana oleh shinta tidak sama sekali digubris olehnya dan tetap menjaga mahramnya.

Ketika rama berhasil mendapatkan shintanya kembali, rindunya pasti menggebu – menggebu,  bisa dibayangkan ketika kita tidak bertemu oleh orang yang kita sayangi seperti apalah rindu yang kita derita. Namun berhentilah membayangkan apabila belum siap merasakan perihnya kerinduan. Kurang lebih seperti itu, kalau kita ibaratkan apa yang dirasa rama waktu itu. Namun, selain rindu yang terobati. Rama juga curiga kepada shinta atas kesuciannya. Bagaimana tidak curiga, kita tau bahwa rahwana adalah seorang Buto atau raksasa antagonis. Pendapat masyarakat ketika tau bahwa shinta telah diculik rahwana, pasti muncul sebuah ujaran bahwa shinta telah tidak suci lagi. Ungkapan itulah yang mengganggu pikiran rama yang sangat mencintai shinta menjadi curiga kepada kekasihnya. Shinta juga telah berusaha membela diri dan meyakinkan rama bahwa shinta tetap menjaga kesucian diri dan cintanya untuk rama. Namun apalah daya, rasa curiga itu telah memenuhi prasangka rama, hingga suatu ketika rama mengutus shinta untuk melakukan sumpah obong sebagai pembuktian akan kesuciannya.

Sepenggal cerita tersebut yang menjadi fokus dari pembahasan saya kali ini. Banyak sebuah ungkapan dari warga saat ini mengenai penilaian mereka terhadap kisah cinta segitiga ini. Bahwa dimana letak cinta rama kepada pujaannya sehingga tidak ada rasa percaya kepada pasangannya sendiri. Berbeda dengan rahwana yang mencintai tanpa memaksakan shinta untuknya. Bukan maksud hati ingin membela rama, namun banyak dari sebagian laki – laki memang akan memiliki rasa cemburu yang besar ketika lelaki tersebut sudah mendapatkan wanita pujaannya, sehingga dalam hubungan pasti timbullah sebuah komitmen atau aturan untuk mempertahankan hubungan dan pasangannya. Bahkan sering saya dengar bahwa jika tidak ingin merasakan rupeknya pembatasan itu, yasudah hidup sendiri saja. Oleh karena itu yang dirasakan rama waktu itu ialah yang dirasakan seorang laki – laki apabila cemburu dengan orang lain. Selain itu, alasan rama kurang bisa meyakini shinta karena shinta sendiri tanpa sadar telah melanggar ucapannya sendiri dan lupa amanah dari rama untuk tidak keluar dari lingkaran yang dibuat rama untuk membentengi rumahnya. Namun shinta tidak sepenuhnya bersalah karena ia khilaf, nyatanya saat ia diculik, shinta tetap mempertahankan cintanya. Baik kembali lagi ke rama, memang yang dirasa rama bukanlah sekedar cemburu. Namun amarah yang mengakibatkan ia tidak percaya kepada kekasihnya sendiri. Dalam kehidupan saat ini bisa diibaratkan sebagai kasus KDRT. Dimana awal dari konflik ialah amarah, maka sebisa mungkin kita jauhkan diri dari amarah agar bisa berpikir jernih. Sehingga kita bisa bermediasi dan bertanya mengenai kepribadian kepada orang dekat yang bersangkutan sehingga walaupun tidak ada saksi yang mengetahui pasti kejadian tersebut namun bisa menjadi penguat akan kebenaran. Dalam konteks ini ialah cerita rama dan shinta. Andai saja rama bisa meredam emosinya, dia bisa mendengarkan kesaksian kepribadian shinta dari keluarganya untuk membuktikan kebenaran shinta.

Cinta rahwana memang tulus hingga tidak menyakiti shinta. Namun hal itu tidak bisa dibenarkan juga. Walaupun Tuhan sudah memberikan reinkarnasi istri rahwana yang sudah meninggal dalam bentuk shinta. Namun shinta pada masa itu ialah milik rama. Yang artinya cintanya memang benar namun tempatnya salah. Sebab mencintai orang yang sudah menikah tidak bisa dibenarkan sekalipun itu menggunakan sebuah kelembutan.

Dari kisah tersebut dapat kita simpulkan bahwa ada beberapa sifat dalam sebuah hubungan yang dapat kita jadikan pelajaran. Kesetiaan dari shinta, kemurnian cinta dari rahwana, namun jangan sampai itu semua termakan oleh amarahnya seperti amarahnya rama yang melukai pasangannya sendiri dan tempatkanlah cinta yang tepat. Rahwana mengajarkan kemurnian cinta namun yang perlu diagaris bawahi ialah tempatkanlah kemurnian cinta itu pada tempat yang tepat.

 

Kategori: Sastra

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

one × five =

%d blogger menyukai ini: