Masrifatul Badriya
Virus dari China yang diawal kedatangannya dianggap hanyalah lelucon bagi segelintir orang, kini berbalik arah menjadi momok mengerikan bagi sebagian besar orang. Dulu, awal bulan Maret 2020 tidak banyak orang yang bersedia mematuhi protokol kesehatan dengan alasan virus itu memang sengaja digaungkan agar orang-orang berhenti beribadah. Berbagai perspektif tentang Corona mulai muncul beragam, ada yang berpikiran bahwa Virus ini hanyalah isu yang dibuat oleh WHO, Indonesia dan China, ada juga yang berpikiran bahwa Corona adalah salah satu trik dari umat Yahudi untuk membunuh orang Islam.
Beberapa bulan kemudian, kasus kematian mulai melonjak sedikit demi sedikit, dan pemerintah dengan sigap memberi bansos-bansos kepada mereka yang terdampak. Begitu pun dengan informasi terkait perkembangan jumlah kasus terkonfirmasi positif, sembuh dan juga kematian mulai merambah ke media sosial seperti Facebook, dan lain-lain. Masyarakat bisa mengakses dan melihat perkembangan dari waktu ke waktu.
Berbagai bantuan yang diberikan tidak cukup membuat masyarakat tersadar akan pentingnya menjaga protokol kesehatan. Pemerintah pun mulai menerapkan pembatasan mobilitas masyarakat mulai dari PSBB hingga PPKM Mikro level 4 yang kita rasakan saat ini. Tidak sedikit yang memprotes berbagai kebijakan – kebijakan yang dianggap sangat merugikan rakyat ini, hingga terjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Tidak hanya itu, pemerintah juga sedang mengupayakan percepatan vaksin agar segera terbentuk Herd Imunity, akan tetapi hal itu juga tidak bisa berjalan mulus karena sebagian besar masyarakat menolak vaksin dengan lantang. Meski sudah dilaksanakan vaksin, kelalaian dalam menerapkan protokol kesehatan tidak jarang membuahkan duka. Kematian semakin sering terdengar di berbagai daerah dalam beberapa waktu, keadaan sangat menghawatirkan kembali melanda, banyak orang yang kelihatan baik-baik saja tetapi ternyata meninggal dengan mendadak dan masyarakat seolah membenarkan ramalan Sri Aji Jayabaya tentang dunia “ Zaman Kalabendu, zaman kang nalika dunyo ono Pagebluk rupa-rupa (musibah bermacam macam) Lan mung setitik sing mari akeh-akehe pada mati (Cuma sedikit yang sembuh kebanyakan pada mati).
Corona sudah membuat perubahan- perubahan yang harus diterima masyarakt tanpa boleh ditawar, anak harus sekolah melalui daring, mobilitasi yang sangat dibatasi, hingga merosotnya ekonomi yang terjadi seperti PHK yang marak terjadi. Semua masyarakat terdampak dari segala sisi, mulai dari bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan kebudayaan, hingga sosial. Keadaan yang semakin menghawatirkan ini di awal bulan Agustus menyadarkan sebagian orang untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah, baik beribadah secara individu atau pun secara bersama sama, seperti mengadakan istighosah serentak secara virtual, khataman Al Qur’an online, hingga menggelar do’a bersama di setiap pertigaan/ perempatan jalan dengan membawa berkat yang dimasak di rumah berupa ayam panggang dan sayur tujuh rupa sebagai simbol untuk mengusir bala’ wabah yang sedang menggila. Sudah seharusnya kita selalu bersama- sama menghadapi situasi ini dengan tetap memegang teguh persatuan meski berbeda pendapat, seperti simbol negara kita Bhineka Tunggal Ika.
Penulis
Masrifatul Badriyah_Studi Agama-Agama_KKN-DR_Kelompok 066
0 Komentar