Oleh : Farisa Lutfiyanti
PENDAHULUAN
Generasi Z merupakan penerus generasi milenial. Pew Research Center mengatakan bahwa definisi dari generasi Z adalah orang yang lahir tahun 1997 ke atas yang tumbuh dengan teknologi, internet, dan media sosial. Tumbuh di era teknologi digital menjadikan generasi ini sebagai pengguna teknologi dan cenderung anti-sosial. Generasi Z juga merupakan penduduk asli dari era digital sejati saat ini. Sebab dari lahir generasi ini telah mengetahui internet, jaringan sosial, dan sistem seluler. Perkembangan teknologi ini menghasilkan generasi yang lebih nyaman mengumpulkan referensi silang dari banyak sumber informasi dan mengintegrasikan pengalaman virtual dengan kehidupan nyata. Karakteristik yang kita ketahui dari generasi Z ini adalah menyukai hal simpel, selalu ingin bebas, realistis, melek terhadap teknologi informasi, dan gaya bicaranya biasa diisi dengan singkatan. Generasi Z ini jarang sekali menggunakan bahasa Indonesia yang baku karena dianggap tidak gaul dan tidak modern. Bahasa Indonesia sendiri merupakan bahasa persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan digunakan sehari-hari dalam berbicara. Namun demikian, bahasa Indonesia setiap daerah mengalami perkembangan berdasarkan adat istiadat masyarakatnya dan bahasa serta budaya masing-masing daerah mengalami perubahan. Bahasa Indonesia sebenarnya memiliki aturan tersendiri, seperti yang dijelaskan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Buku ini menunjukkan kepada kita bagaimana menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, mulai dari kata baku, tanda baca, tanda hubung, antonim dan sinonim, serta konjungsi antar kalimat. Sayangnya, banyak orang Indonesia yang tidak menyadarinya, penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari sangat jarang, dan bahasa bakunya tidak terbiasa digunakan, pemikirannya bahasa baku hanya digunakan dalam acara formal saja, bukan dalam kehidupan sehari-hari. PEMBAHASAN
Sudah lama masyarakat tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baku dalam kehidupan sehari-hari. Terutama pada generasi Z ini yang sekarang terbilang lebih muda dan lebih suka menggunakan bahasa yang lebih mudah baginya. Namun, bahasa Indonesia yang baku masih diimplementasikan dalam kegiatan-kegiatan formal, seperti proses belajar mengajar di sekolah, rapat, acara debat, dan sebagainya. Sebagian pemuda dan pemudi dari generasi Z yang sangat menggemari tulisan dan masih menggunakan bahasa Indonesia yang baku dalam karya yang dibuatnya. Mulai dari novel, puisi, atau hanya kalimat-kalimat mutiara. Diluar hal itu, generasi Z biasanya menggunakan bahasa nonformal dalam percakapan sehari-hari. Bukan zaman saja yang berkembang, namun bahasa juga. Banyak kosakata baru yang tidak formal yaitu dikategorikan sebagai bahasa prokem. Hal lainnya yaitu bahasa asing yang mudah dipelajari oleh masyarakat. Keduanya itu merupakan ancaman bagi eksistensi bahasa Indonesia yang baku. Namun, selama bahasa Indonesia masih diajarkan sejak dini, eksistensinya masih dapat diselamatkan. Kosakata yang populer dan masih sering dipakai dari bahasa prokem adalah ‘nyokap’ yang berarti ibu. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bahasa yang tidak baku sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Masyarakat lebih suka menggunakan bahasa prokem karena terkesan santai daripada bahasa baku yang terkesan kaku. Meskipun sebenarnya itu tergantung pada kebiasaan penggunaan bahasa sehari-hari. Sama dengan karakteristiknya, generasi Z suka berkomunikasi dan tentunya mereka suka menggunakan bahasa yang bebas. Salah satu faktor mereka menyukai komunikasi adalah keasyikannya dalam menggunakan berbagai macam kosakata nonformal yang memiliki keunikan tersendiri. Mereka pun sering menciptakan kosakata-kosakata sendiri yang menurut mereka keren. Kosakata tersebut biasanya lahir dari humor masyarakat yang dituangkan dalam kalimat. Selain itu, dapat juga lahir dari ketidaksengajaan seseorang mengucapkan suatu kata unik yang lama kelamaan dipakai karena menjadi kebiasaan. Sebagai contoh yang sedang viral pada saat ini, yaitu kalimat “Kamu nanya?” yang dipopulerkan oleh salah satu pembuat konten di aplikasi tiktok yaitu Alif atau “Dilan Cepmek”. Akibat video yang viral itu, banyak masyarakat terutama generasi Z yang menggunakan kata-kata tersebut dalam percakapan sehari-hari. Padahal kata “nanya” itu bukan bahasa baku dan tidak terdapat di KBBI.
PENUTUP
Kesimpulannya yaitu, eksistensi bahasa Indonesia pada generasi Z terancam karena mereka cenderung menggunakan bahasa nonformal dalam kesehariannya dan hanya sebagian dari mereka yang paham akan bahasa Indonesia yang baku. Generasi Z juga banyak yang menguasai bahasa asing yang akan mengancam eksistensi bahasa Indonesia jika tidak di utamakan, namun disamping hal itu bahasa asing memang dapat membuat anak Indonesia berkualitas saat bersaing di dunia luar. Jadi, bahasa Indonesia maupun bahasa asing adalah sama-sama penting dalam kehidupan kita saat ini, untuk penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu tidak terlepas dari kesadaran kita sendiri terutama untuk kita sebagai seorang mahasiswa harus menerapkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar agar dicontoh oleh orang lain termasuk anak yang masih kecil. Walaupun sering bermain media sosial dan juga menonton konten yang tidak menggunakan bahasa baku, tetapi sebagai mahasiswa kita tidak boleh terpengaruh. Kita harus tahu waktu dan tempat yang tepat untuk menggunakan bahasa yang formal maupun nonformal. Nah, untuk mengatasi agar generasi Z sekarang maupun anak-anak kita nanti agar tidak melupakan bahasa Indonesia yang baik dan benar di era digital ini adalah sebagai pendidik ( terutama kalian yang akan menjadi pendidik), orang tua, atau masyarakat sekitar harus dapat meyakinkan anak sejak dini bahwa menggunakan dan mengetahui bahasa asing itu memang perlu, namun jangan dipungkiri bahwa bahasa Indonesia yang baku itu penting. Selanjutnya juga tidak kalah penting bahwa pendidik terutama orang tua harus mengawasi anak sejak dini dalam memakai internet, dikarenakan generasi Z itu sudah lahir di zaman yang sudah serba canggih, teknologi yang maju, dan sudah kenal internet sejak kecil. Jika tidak diawasi dan diumbar begitu saja dalam pemakaian gadget maupun internet, maka yang terjadi adalah anak akan salah dalam memilih konten yang akan di lihatnya, jadinya anak tidak akan belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai kaidah namun malah belajar bahasa nonformal dan sebagainya itu dari konten-konten internet yang negatif. Jika seperti itu maka internetlah yang akan mendidiknya, bukan kita. Hal yang akan terjadi adalah anak tidak akan pernah belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar, kemudian itu akan terjadi turun-menurun pada generasi selanjutnya. Maka sangat penting untuk pendidik dan orang tua paham penggunaan internet sehingga dapat mengarahkan anak kepada pembelajaran yang lebih baik dan tidak akan melupakan cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Azet, Jimmy. “Keeksistensian Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional Dan Ilmu Pengetahuan Pada Era Globalisasi.” Journal of Chemical Information and Modeling 53, no. 9 (2013): 1689–99. Rastati, Ranny. “Media Literasi Bagi Digital Natives: Perspektif Generasi Z Di Jakarta.” Jurnal Kwangsan 6, no. 1 (2018): 43. https://www.pewresearch.org/topic/generations-age/generations/generation-z/
Generasi Z merupakan penerus generasi milenial. Pew Research Center mengatakan bahwa definisi dari generasi Z adalah orang yang lahir tahun 1997 ke atas yang tumbuh dengan teknologi, internet, dan media sosial. Tumbuh di era teknologi digital menjadikan generasi ini sebagai pengguna teknologi dan cenderung anti-sosial. Generasi Z juga merupakan penduduk asli dari era digital sejati saat ini. Sebab dari lahir generasi ini telah mengetahui internet, jaringan sosial, dan sistem seluler. Perkembangan teknologi ini menghasilkan generasi yang lebih nyaman mengumpulkan referensi silang dari banyak sumber informasi dan mengintegrasikan pengalaman virtual dengan kehidupan nyata. Karakteristik yang kita ketahui dari generasi Z ini adalah menyukai hal simpel, selalu ingin bebas, realistis, melek terhadap teknologi informasi, dan gaya bicaranya biasa diisi dengan singkatan. Generasi Z ini jarang sekali menggunakan bahasa Indonesia yang baku karena dianggap tidak gaul dan tidak modern. Bahasa Indonesia sendiri merupakan bahasa persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan digunakan sehari-hari dalam berbicara. Namun demikian, bahasa Indonesia setiap daerah mengalami perkembangan berdasarkan adat istiadat masyarakatnya dan bahasa serta budaya masing-masing daerah mengalami perubahan. Bahasa Indonesia sebenarnya memiliki aturan tersendiri, seperti yang dijelaskan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Buku ini menunjukkan kepada kita bagaimana menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, mulai dari kata baku, tanda baca, tanda hubung, antonim dan sinonim, serta konjungsi antar kalimat. Sayangnya, banyak orang Indonesia yang tidak menyadarinya, penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari sangat jarang, dan bahasa bakunya tidak terbiasa digunakan, pemikirannya bahasa baku hanya digunakan dalam acara formal saja, bukan dalam kehidupan sehari-hari. PEMBAHASAN
Sudah lama masyarakat tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baku dalam kehidupan sehari-hari. Terutama pada generasi Z ini yang sekarang terbilang lebih muda dan lebih suka menggunakan bahasa yang lebih mudah baginya. Namun, bahasa Indonesia yang baku masih diimplementasikan dalam kegiatan-kegiatan formal, seperti proses belajar mengajar di sekolah, rapat, acara debat, dan sebagainya. Sebagian pemuda dan pemudi dari generasi Z yang sangat menggemari tulisan dan masih menggunakan bahasa Indonesia yang baku dalam karya yang dibuatnya. Mulai dari novel, puisi, atau hanya kalimat-kalimat mutiara. Diluar hal itu, generasi Z biasanya menggunakan bahasa nonformal dalam percakapan sehari-hari. Bukan zaman saja yang berkembang, namun bahasa juga. Banyak kosakata baru yang tidak formal yaitu dikategorikan sebagai bahasa prokem. Hal lainnya yaitu bahasa asing yang mudah dipelajari oleh masyarakat. Keduanya itu merupakan ancaman bagi eksistensi bahasa Indonesia yang baku. Namun, selama bahasa Indonesia masih diajarkan sejak dini, eksistensinya masih dapat diselamatkan. Kosakata yang populer dan masih sering dipakai dari bahasa prokem adalah ‘nyokap’ yang berarti ibu. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bahasa yang tidak baku sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Masyarakat lebih suka menggunakan bahasa prokem karena terkesan santai daripada bahasa baku yang terkesan kaku. Meskipun sebenarnya itu tergantung pada kebiasaan penggunaan bahasa sehari-hari. Sama dengan karakteristiknya, generasi Z suka berkomunikasi dan tentunya mereka suka menggunakan bahasa yang bebas. Salah satu faktor mereka menyukai komunikasi adalah keasyikannya dalam menggunakan berbagai macam kosakata nonformal yang memiliki keunikan tersendiri. Mereka pun sering menciptakan kosakata-kosakata sendiri yang menurut mereka keren. Kosakata tersebut biasanya lahir dari humor masyarakat yang dituangkan dalam kalimat. Selain itu, dapat juga lahir dari ketidaksengajaan seseorang mengucapkan suatu kata unik yang lama kelamaan dipakai karena menjadi kebiasaan. Sebagai contoh yang sedang viral pada saat ini, yaitu kalimat “Kamu nanya?” yang dipopulerkan oleh salah satu pembuat konten di aplikasi tiktok yaitu Alif atau “Dilan Cepmek”. Akibat video yang viral itu, banyak masyarakat terutama generasi Z yang menggunakan kata-kata tersebut dalam percakapan sehari-hari. Padahal kata “nanya” itu bukan bahasa baku dan tidak terdapat di KBBI.
PENUTUP
Kesimpulannya yaitu, eksistensi bahasa Indonesia pada generasi Z terancam karena mereka cenderung menggunakan bahasa nonformal dalam kesehariannya dan hanya sebagian dari mereka yang paham akan bahasa Indonesia yang baku. Generasi Z juga banyak yang menguasai bahasa asing yang akan mengancam eksistensi bahasa Indonesia jika tidak di utamakan, namun disamping hal itu bahasa asing memang dapat membuat anak Indonesia berkualitas saat bersaing di dunia luar. Jadi, bahasa Indonesia maupun bahasa asing adalah sama-sama penting dalam kehidupan kita saat ini, untuk penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu tidak terlepas dari kesadaran kita sendiri terutama untuk kita sebagai seorang mahasiswa harus menerapkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar agar dicontoh oleh orang lain termasuk anak yang masih kecil. Walaupun sering bermain media sosial dan juga menonton konten yang tidak menggunakan bahasa baku, tetapi sebagai mahasiswa kita tidak boleh terpengaruh. Kita harus tahu waktu dan tempat yang tepat untuk menggunakan bahasa yang formal maupun nonformal. Nah, untuk mengatasi agar generasi Z sekarang maupun anak-anak kita nanti agar tidak melupakan bahasa Indonesia yang baik dan benar di era digital ini adalah sebagai pendidik ( terutama kalian yang akan menjadi pendidik), orang tua, atau masyarakat sekitar harus dapat meyakinkan anak sejak dini bahwa menggunakan dan mengetahui bahasa asing itu memang perlu, namun jangan dipungkiri bahwa bahasa Indonesia yang baku itu penting. Selanjutnya juga tidak kalah penting bahwa pendidik terutama orang tua harus mengawasi anak sejak dini dalam memakai internet, dikarenakan generasi Z itu sudah lahir di zaman yang sudah serba canggih, teknologi yang maju, dan sudah kenal internet sejak kecil. Jika tidak diawasi dan diumbar begitu saja dalam pemakaian gadget maupun internet, maka yang terjadi adalah anak akan salah dalam memilih konten yang akan di lihatnya, jadinya anak tidak akan belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai kaidah namun malah belajar bahasa nonformal dan sebagainya itu dari konten-konten internet yang negatif. Jika seperti itu maka internetlah yang akan mendidiknya, bukan kita. Hal yang akan terjadi adalah anak tidak akan pernah belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar, kemudian itu akan terjadi turun-menurun pada generasi selanjutnya. Maka sangat penting untuk pendidik dan orang tua paham penggunaan internet sehingga dapat mengarahkan anak kepada pembelajaran yang lebih baik dan tidak akan melupakan cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Azet, Jimmy. “Keeksistensian Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional Dan Ilmu Pengetahuan Pada Era Globalisasi.” Journal of Chemical Information and Modeling 53, no. 9 (2013): 1689–99. Rastati, Ranny. “Media Literasi Bagi Digital Natives: Perspektif Generasi Z Di Jakarta.” Jurnal Kwangsan 6, no. 1 (2018): 43. https://www.pewresearch.org/topic/generations-age/generations/generation-z/
0 Komentar